Sabtu, 08 Maret 2014

Cinta yang melukai


Aku pernah menguntai kisah klasik manis bersama mu. Seperti dunia tlah menyerahkan isinya pada kita. Memberi rasa pada hati yang pernah kering atas cinta sebelumnya. Lalu kau datang menawarkan kenangan yang kau bilang tak akan pernah berakhir -Aku menerimamu dengan cinta yang masih separuh.

Lalu hari demi hari semakin indah. Kau tuturkan, aku adalah milikmu sepenuhnya begitupun sebaliknya. Kau tuturkan lagi tak akan pernah mengakhiri semuanya. Dan kau tuturkan kembali ingin menjadikanku sebagai ibu dari anak-anakmu kelak. Bahagia itu sederhana, pikirku. Beberapa janji bahagia yang bahkan belum sempat terwujudkan -Mungkin aku telah jatuh pada kubang cinta milikmu, dan aku menikmatinya.

Kamis, 13 Februari 2014

Capung dan Pohon Mimpinya Part II

....Dan akhirnya aku bisa kembali update blog. Maaf maaf maaf untuk keterlambatannya posting cerpen capungketjil part II ini. Maaf ya :(
Bagi kalian yang belum baca part I nya, silahkan di baca dulu disini ya. Baru bisa lanjutkan, biar nyambung hehe. Selamat membacaaaaaaa

***
...Ketika sang kakek sedang serius melukis bakal kehidupan, cakrawala pelan-pelan menampakkan sinarnya. Tanpa sang Kakek sadari, cahaya Kunang-Kunang mulai redup dan perlahan menghilang tak berbekas. Saat sang Kakek sudah selesai melukis, ia menanggakkan kepalanya, bermaksud memberi sinyal bahwa ia telah menuruti permintaan Kunang-kunang tadi. Namun sayangnya, makhluk kecil bercahaya itu sudah tak ada di hadapannya lagi. Kemanakah rupanya makhluk itu? Lalu ia pergi mencari Kunang-kunang ke dalam hutan dengan meninggalkan hasil lukisannya di ujung ranting pohon yang paling tinggi.
Hingga sore sang senja mulai kehabisan cahayanya, Kunang-kunang tak juga di temukan. Dan sang kakek kembali berjalan ke tempat dimana ia menyimpan lukisannya. Besar keinginannya untuk bertemu Kunang-kunang disana dan menyerahkan hasil lukisannya untuk kemudian mengetahui apa alasan yang sebenarnya dari permintaan Kunang-kunang.
Tujuh hari berlalu, sang Kakek masih resah mencari keberadaan Kunang-kunang. Dengan perasaan kesal dan kecewa, ia berteriak lantang di hadapan senja yang sore itu sedang memumbul dengan cantiknya.
“Senja, apakah kau mengetahui kemana rupanya cahaya kecil itu pergi?” Teriak sang Kakek sambil menggenggam secarik daun yang warnanya sudah mulai pudar. Kemudian ia duduk berpangku kaki di ujung tebing.
“Bisakah kau berbicara sedikit saja? Ku pikir tak ada yang luput dari pengelihatanmu.” Teriak lagi sang Kakek dengan wajah penuh resah. Kemanakah perginya kau cahanya? Tolong temui aku malam ini, maka akan ku serahkan permintaanmu kemarin. Dan akhirnya sang Kakek mulai kelelahan setelah tujuh hari mencari Kunang-kunang ke dalam hutan. Ia pun meletakkan daun lukisanya di ujung ranting yang tak berdaun di ujung tebing. Sang Kakek kembali ke dalam hutan.