....Dan akhirnya aku bisa kembali update blog. Maaf maaf maaf untuk keterlambatannya posting cerpen capungketjil part II ini. Maaf ya :(
Bagi kalian yang belum baca part I nya, silahkan di baca dulu disini ya. Baru bisa lanjutkan, biar nyambung hehe. Selamat membacaaaaaaa
***
...Ketika sang kakek sedang
serius melukis bakal kehidupan, cakrawala pelan-pelan menampakkan sinarnya.
Tanpa sang Kakek sadari, cahaya Kunang-Kunang mulai redup dan perlahan
menghilang tak berbekas. Saat sang Kakek sudah selesai melukis, ia menanggakkan
kepalanya, bermaksud memberi sinyal bahwa ia telah menuruti permintaan
Kunang-kunang tadi. Namun sayangnya, makhluk kecil bercahaya itu sudah tak ada
di hadapannya lagi. Kemanakah rupanya makhluk itu? Lalu ia pergi mencari
Kunang-kunang ke dalam hutan dengan meninggalkan hasil lukisannya di ujung
ranting pohon yang paling tinggi.
Hingga sore sang senja
mulai kehabisan cahayanya, Kunang-kunang tak juga di temukan. Dan sang kakek
kembali berjalan ke tempat dimana ia menyimpan lukisannya. Besar keinginannya
untuk bertemu Kunang-kunang disana dan menyerahkan hasil lukisannya untuk
kemudian mengetahui apa alasan yang sebenarnya dari permintaan Kunang-kunang.
Tujuh hari berlalu, sang
Kakek masih resah mencari keberadaan Kunang-kunang. Dengan perasaan kesal dan
kecewa, ia berteriak lantang di hadapan senja yang sore itu sedang memumbul
dengan cantiknya.
“Senja, apakah kau
mengetahui kemana rupanya cahaya kecil itu pergi?” Teriak sang Kakek sambil
menggenggam secarik daun yang warnanya sudah mulai pudar. Kemudian ia duduk
berpangku kaki di ujung tebing.
“Bisakah kau berbicara
sedikit saja? Ku pikir tak ada yang luput dari pengelihatanmu.” Teriak lagi
sang Kakek dengan wajah penuh resah. Kemanakah perginya kau cahanya? Tolong
temui aku malam ini, maka akan ku serahkan permintaanmu kemarin. Dan
akhirnya sang Kakek mulai kelelahan setelah tujuh hari mencari Kunang-kunang ke
dalam hutan. Ia pun meletakkan daun lukisanya di ujung ranting yang tak berdaun
di ujung tebing. Sang Kakek kembali ke dalam hutan.
***
Malam bergemuruh. Langit
melanglang terang, bintang kerlap-kerlip memantulkan cahayanya ke pelataran
lautan, awan-awan putih ikut mengindahkan langit malam itu. Malam pun menjadi
malam yang paling terang selama kehidupan. Sang Kakek yang sedang memetik
dedaunan di aliran sungai pun ikut tercengang menyaksikan langit yang maha
dahsyat indahnya.
Duhai laksana cahaya,
inikah raja maha raja dari kegelapan? Semesta yang indah. Gumam sang kakek sambil merapihkan perlembar daun yang sudah
dipetiknya. Ia pun menyebrangi sungai dan kembali ke tempatnya sambil
memandangi takjub hamparan langit.
Suara gemuruh semakin
lantang terdengar sampai dasar lautan. Hamparan tanah terbagi menjadi dua, air
laut perlahan surut. Namun tiba-tiba langit memutih dan tampak cahaya paling
terang dari dasar bumi. Pantulannya menembus kapas langit. Sang Kakek yang
masih berjalan kembali tercengang dan bergegas lari ke ujung hutan untuk
melihat keajaiban itu. Dataran berguncang. Perut bumi memuntahkan seluruh
isinya dan seluruh makhluk bumi terombang ambing diantara langit dan tanah. Tak
ada satu pun yang dapat menapaki tanah atau berlindung dari badai dahsyat itu.
Bumi tlah berganti wujud. Menyisakan lekukan tanah yang besar dan
lautan yang membiru dengan tenangnya. Gugusan pegunungan yang masih apik
beserta awan-awan panas yang belum mencapai ratusan derajat. Masih dari ujung
tebing, pesona bumi yang anyar terlihat jelas. Hamparan maha hijau dan atap
biru melangit meneduhi tanah bumi. Dan apakah manusia-manusia akan menjadi
penghuni bumi lagi?
Tunggu cerita selanjutnya. Sabar yaaaa :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar