Kamis, 13 Februari 2014

Capung dan Pohon Mimpinya Part II

....Dan akhirnya aku bisa kembali update blog. Maaf maaf maaf untuk keterlambatannya posting cerpen capungketjil part II ini. Maaf ya :(
Bagi kalian yang belum baca part I nya, silahkan di baca dulu disini ya. Baru bisa lanjutkan, biar nyambung hehe. Selamat membacaaaaaaa

***
...Ketika sang kakek sedang serius melukis bakal kehidupan, cakrawala pelan-pelan menampakkan sinarnya. Tanpa sang Kakek sadari, cahaya Kunang-Kunang mulai redup dan perlahan menghilang tak berbekas. Saat sang Kakek sudah selesai melukis, ia menanggakkan kepalanya, bermaksud memberi sinyal bahwa ia telah menuruti permintaan Kunang-kunang tadi. Namun sayangnya, makhluk kecil bercahaya itu sudah tak ada di hadapannya lagi. Kemanakah rupanya makhluk itu? Lalu ia pergi mencari Kunang-kunang ke dalam hutan dengan meninggalkan hasil lukisannya di ujung ranting pohon yang paling tinggi.
Hingga sore sang senja mulai kehabisan cahayanya, Kunang-kunang tak juga di temukan. Dan sang kakek kembali berjalan ke tempat dimana ia menyimpan lukisannya. Besar keinginannya untuk bertemu Kunang-kunang disana dan menyerahkan hasil lukisannya untuk kemudian mengetahui apa alasan yang sebenarnya dari permintaan Kunang-kunang.
Tujuh hari berlalu, sang Kakek masih resah mencari keberadaan Kunang-kunang. Dengan perasaan kesal dan kecewa, ia berteriak lantang di hadapan senja yang sore itu sedang memumbul dengan cantiknya.
“Senja, apakah kau mengetahui kemana rupanya cahaya kecil itu pergi?” Teriak sang Kakek sambil menggenggam secarik daun yang warnanya sudah mulai pudar. Kemudian ia duduk berpangku kaki di ujung tebing.
“Bisakah kau berbicara sedikit saja? Ku pikir tak ada yang luput dari pengelihatanmu.” Teriak lagi sang Kakek dengan wajah penuh resah. Kemanakah perginya kau cahanya? Tolong temui aku malam ini, maka akan ku serahkan permintaanmu kemarin. Dan akhirnya sang Kakek mulai kelelahan setelah tujuh hari mencari Kunang-kunang ke dalam hutan. Ia pun meletakkan daun lukisanya di ujung ranting yang tak berdaun di ujung tebing. Sang Kakek kembali ke dalam hutan.
*** 
Malam bergemuruh. Langit melanglang terang, bintang kerlap-kerlip memantulkan cahayanya ke pelataran lautan, awan-awan putih ikut mengindahkan langit malam itu. Malam pun menjadi malam yang paling terang selama kehidupan. Sang Kakek yang sedang memetik dedaunan di aliran sungai pun ikut tercengang menyaksikan langit yang maha dahsyat indahnya.
Duhai laksana cahaya, inikah raja maha raja dari kegelapan? Semesta yang indah. Gumam sang kakek sambil merapihkan perlembar daun yang sudah dipetiknya. Ia pun menyebrangi sungai dan kembali ke tempatnya sambil memandangi takjub hamparan langit.

Suara gemuruh semakin lantang terdengar sampai dasar lautan. Hamparan tanah terbagi menjadi dua, air laut perlahan surut. Namun tiba-tiba langit memutih dan tampak cahaya paling terang dari dasar bumi. Pantulannya menembus kapas langit. Sang Kakek yang masih berjalan kembali tercengang dan bergegas lari ke ujung hutan untuk melihat keajaiban itu. Dataran berguncang. Perut bumi memuntahkan seluruh isinya dan seluruh makhluk bumi terombang ambing diantara langit dan tanah. Tak ada satu pun yang dapat menapaki tanah atau berlindung dari badai dahsyat itu.
Bumi tlah berganti wujud. Menyisakan lekukan tanah yang besar dan lautan yang membiru dengan tenangnya. Gugusan pegunungan yang masih apik beserta awan-awan panas yang belum mencapai ratusan derajat. Masih dari ujung tebing, pesona bumi yang anyar terlihat jelas. Hamparan maha hijau dan atap biru melangit meneduhi tanah bumi. Dan apakah manusia-manusia akan menjadi penghuni bumi lagi?

Tunggu cerita selanjutnya. Sabar yaaaa :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar