Aku malu pada ruang kosong yang selalu ku perdayakan.
Pada kegelapan yang menyeruak, juga keheningan yang menyelinap.
Aku malu.
Pada hujan yang terus mengetuk jendela untuk menyudahi sesalku.
Sementara aku masih meronta pada sang waktu untuk tetap menghidupiku.
Aku malu.
Pada airmata yang ku seka sendiri berkali-kali.
Atas kesesalan bahagia yang tak lagi utuh.
Aku malu.
Pada komitmen ku sendiri untuk tak menangisi kepergian siapapun.
Tapi nyatanya, kenyataan datang menampar dan kepergian yang menyisakan luka.
Aku malu.
Pada aurora, yang kala itu menjadi saksi bahwa kita tak akan pernah berjalan sendirian.
Juga galaksi yang cahayanya selalu kita ajak bicara bersama di bawah langit malam.
Aku malu.
Pada semesta, karna cinta lagi-lagi memisahkan kesetiaan.
Kehadiran cinta di tengah cinta yang sedang berbahagia.
Yang sama sekali tak ku ingini kehadirannya.
Aku malu, Bu.
Aku malu pada sosokmu yang tegar. Anakmu ini tak bisa mengendalikan kehidupan sepertimu.
Aku malu pada seisi semesta. Aku malu di tertawakan oleh pilunya keping kehidupan.
Aku malu pada diriku sendiri. Mungkin ia tengah menertawai setengah pikirannya.
Pikiran yang tak bisa dikendalikan akal. Karna pahitnya kepergian, selalu membuat siapapun terluka, termasuk diriku sendiri.
Aku malu. Sungguh malu, Bu.
Bagus puisinya :))
BalasHapusmakasih :)
HapusSelamat hari ibu, kalau bisa puisinya ditunjukkin ke ibunya juga nih. Kan ini ditujukan untuk sang ibu tercinta muehehe
BalasHapusisinya memang bukan sepenuhnya tentang sosok Ibu.
Hapuscuma mempertegas aja :)
ngena di hati banget puisinya :")
BalasHapus:'D
Hapuspuisinya keren. kata-katanya wusssh~ *minder
BalasHapushahaha :)
makasih :) yuk belajar bareng
Hapus